Menjelang masa jabatan kepala desa Heru Suparno berakhir, sebagian masyarakat menjumpai seorang putra daerah yang berprofesi sebagai TNI dan bertugas di Kodim 0707 Wonosobo yang bernama Djamaludin beliau adalah merupakan putra dari perangkat desa yang masih aktif yaitu Muhammad Chaeron, beliau menjabat sebagai Kepala Dusun Pakuncen yang pada massa itu disebut dengan istilah Bau. Melihat orang tuanya yaitu pak bau yang mempunyai jejak rekor yang baik selama menjabat menjadi bau dan memandang karakter dari Djamaludin itu sendiri yang notabene sebelum menjadi TNI Djamaludin adalah merupakan sosok seorang santri yang patuh dan taat kepada gurunya, warga berharap banyak untuk dipimpin olehnya. Harapan masyarakat banyak ternyata terkabul, terbukti akhirnya Djamaludin yang kelahiran Wonosobo/ Pakuncen 31 Desember 1953 berhasil terpilih sebagai kepala Desa Pakuncen dalam Pemilihan Kepala desa setelah habis masa jabatan Heru Suparno. Dalam pertarungan pemilihan Kepala desa Djamaludin berhasil mengungguli rifal-rifalnya secara mutlak dalam perolehan suara yaitu Giyat yang merupakan putra dari bapak Dharmowisastro (Mantan Kepala Desa Pakuncen periode 1947-1965), Malno Sujarwo yang pada masa pemilihan sebelumnya mengikuti mendaftar namun tidak lulus tes selama 2 kali dan Pitoyo yang merupakan keponakan dari Heru Suparno (Mantan Kepala Desa Pakuncen periode 1981-1986). Dikrenakan masih aktif dalam profesinya sebagai TNI yang kala itu berpangkat Sersan Kepala, maka setelah dilantik menjadi Kepala Desa secara otomatis beliau harus menanggalkan tanda kebesaranya sebagai TNI dan harus pensiun dini dari jabatannya sebagai TNI. Di masa kepemimpinan Djamaludin hampir sama dengan masa kepemimpinan Slamet Widodo yaitu masyarakat dimanjakan oleh pejabatnya, kegiatan kegiatan yang melibatkan masyarakat apabila memang mampu dilaksanakan oleh perangkat desa, maka cukup dilaksanakan oleh perangkat desa, sehingga masyarakat seolah di nina bobokkan. Sedikit prestasi beliau adalah amat perhatian terhadap Linmas, beliau juga yang mencetuskan/ menggerakkan bahwa Perangkat desa secara bergilir harus hadir dalam pertemuan slapanan RT sehingga slapanan RT menjadi aktif kembali dan lebih giat kegiatannya, beliau juga yang membenahi sistem administrasi desa bahkan di tahun 2004 untuk pertama kalinya desa menganggarkan untuk pembelian komputer guna menunjang administrasi desa. Selain membenahi administrasi desa, beliau juga membenahi administrasi/ peraturan ziarah ke makam Tumenggung Jogonegoro sehingga tertib dan membentuk/ mengangkat juru kunci yang legal dan syah, serta pada tahun 2005 melalui dana Perimbangan Desa telah berhasil membangun kantor juru kunci makam serta tempat wudhu bagi para peziarah. Dalam bidang pendidikan pada kepemimpinan belaiau telah berhasil dibangun/ direhab gedung TK Pertiwi Pakuncen melalui dana PNPM dan swadaya dari Masyarakat. Secara garis besar bahwa walaupun Djamaludin adalah seorang militer tetapi dalam memimpin beliau tidak menampakkan sisi kemiliterannya tetapi lebih banyak berkonsentrasi tentang administrasi pemerintahan, sosial, budaya dan agama. Beliau juga sangat sabar dan terbuka bila menghadapi rakyat, terbukti bahwa beliau walaupun dihujat oleh warganya tidak pernah marah maupun dendam, dan prestasi yang menonjol dan tidak terasa oleh warga namun sangat penting dalam kehidupan suatu desa adalah pembenahan administrasi pemerintahan desa yang lebih tertib dan tertata daripada pemerintahan kepala desa sebelumnya. Dan selama beliau menjabat termasuk dalam tiga besar prestasi lunas awal PBB ditingkat kecamatan selama 6 tahun berturut-turut.
|